Ingin Dicintai Karena Allah

Ingin Dicintai Karena Allah
WildaNya

Sabtu, 29 Januari 2011

KTI Problematika Pembelajaran Bahasa Arab


Makalah (Tema No.05)

PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN
BAHASA ARAB

Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Semester: I (A)
Dosen Pembimbing : Ahmad Fauzi, M.Pd.

Oleh :
Indah Desiana Putri
NIM. D02210015

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2010-2011



KATA PENGANTAR

Pertama, tidak lupa kami haturkan segala puja dan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah membuat kita semua sehat wal’afiat. Kedua, shalawat serta salam mudah-mudahan tetap tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Situasi pada saat ini kita sangat membutuhkan pengetahuan lebih tentang bahasa Bahasa Arab. Selain kitab yang kita gunakan dari junjungan kita Nabi Muhammad SAW menggunakan Bahasa Arab, pokok-pokok rujukan yang dicantumkan dalam hadits Nabi pun juga berbahasa Arab. Apabila kita membeli terjemahan dari kitab-kitab yang menjadi rujukan Nabi, biasanya akan terdapat banyak kekeliruan di dalamnya. Oleh sebab itu, bahasa Arab harus dipelajari sejak dini.
Saya menyadari, kelemahan dan kekurangan dalam penulisan makalah ini, karena kita sebagai manusia tidak dapat menghindar dari salah dan lupa.






Penulis


Indah Desiana Putri







DAFTAR ISI

COVER/Judul Makalah    ……………………………………………………  i
KATA PENGANTAR   ……………………….…………………………….  ii
DAFTAR ISI    ………………………………………………………………  iii
BAB I      : PENDAHULUAN    ……………………………………………  1
A.  Latar Belakang    …………………..…………………………….  1
B.   Rumusan Masalah     …………………………………………….  2
C.  Tujuan Pembahasan     …………………………………………..  2
BAB II    : PEMBAHASAN  ………………..……………………………..  3
A.  Problematika Linguistik    …………………………………..……  3
B.   Problematika non Linguistik      ……..……………………………  3
BAB III   : PENUTUP   ……………………….……………………………  9
A.  Kesimpulan    ……………………………………………………  9
Daftar Pustaka   ……………………………………………………………  10
















BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Belajar suatu bahasa, baik bahasa ibu (mother tongue) atau bahasa nasional yang menjadi simbol kebangsaan, pada masa kanak-kanak merupakan proses yang mau tidak mau mesti berlangsung. Proses yang tidak dapat dihindari dan sebuah keniscayaan. Disebut bahasa Ibu karena bahasa ini dipakai oleh anak-anak saat ia berkomunikasi dengan ibunya ketika ia mulai belajar berbicara. Seorang anak yang dibesarkan di lingkungan masyarakat yang berbahasa Inggris akan menjadikan bahasa ibunya bahasa Inggris. Jika anak itu dibesarkan di lingkungan yang berbahasa daerah tertentu maka anak tersebut akan menjadikan bahasa daerah tertentu itu menjadi bahasa ibunya[1].
Bahasa nasional adalah bahasa adalah bahasa yang dipakai sebagai bahasa resmi dalam negara atau bangsa tertentu. Mempelajari sebuah bahasa bukan hanya mempelajari bahasa berdasarkan kurikuler, melainkan juga harus belajar dari masyarakat sekitar (bahasa komunikasi yang berkembang) mulai dari yang terdekat, seperti ibu, bapak, nenek, adik dan teman sahabat bermain sehingga memasuki lembaga pendidikan formal. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa anak didik Indonesia meskipun dia belum memasuki lembaga sekolah sudah memiliki pengalaman berbahasa yakni bahasa asing dan bahasa lokal (bahasa ibu).
Seseorang yang mempelajari bahasa asing, seperti bahasa Arab di sekolah formal, madrasah, pesantren, akademi dan perguruan tinggi tergolong sebagai orang yang berkepandaian khusus. Setiap tahunnya, ribuan bahkan mungkin ratusan ribu orang yang bersemangat mempelajari bahasa Arab dengan motif dan tujuan yang berbeda-beda. Dari jumlah orang tersebut yang mencapai ribuan bahkan ratusan ribu yang mempunyai semangat mempelajari bahasa Arab itu yang berhasil baik yang mencapai tujuan yang diharapkannya hanya sekian persen saja[2]. Karena mereka yang mempelajari bahasa Arab tersebut sudah pasti memiliki pengalaman berbahasa komunikasi dengan bahasa ibu. Bahasa ibu inilah yang dipandang sebagai penghambat, meskipun sesungguhnya tidaklah demikian.
Ketika seorang anak dalam proses belajarnya di sekolah harus mempelajari bahasa asing, sebenarnya dia menghadapi masalah yang sama, yaitu melalui tahap-tahap pengenalan, pendengaran dan pengucapan.
Masalah-masalah atau problematika dalam sebuah pembelajaran sangatlah mungkin untuk seseorang yang sedang belajar bahasa asing seperti bahasa Arab. Masalah masalah yang dimaksud saya mendiskripsikan sebagai berikut:
1.    Problematika Linguistik
2.    Problematika non Linguistik

B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat kita rumuskan masalahnya, yakni sebagai berikut:
1.    Seperti apa problematika linguistik?
2.    Seperti apa problematika non linguistik?

C.  Tujuan Pembahasan
Dalam rumusan masalah di atas, sudah diketahui segala sesuatunya yang perlu dibahas dalam pembahasan nanti, yaitu:
1.    Untuk mengetahui problematika linguistik terhadap pembelajaran bahasa Arab.
2.    Untuk mengetahui problematika non linguistik terhadap pembelajaran bahasa Arab.


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Problematika Linguistik
Linguistik adalah ilmu tentang bahasa atau penelaahan bahasa yang dilakukan secara ilmiyah.[3]
Sedangkan linguistik historis adalah linguistik yang menyelidiki perubahan-perubahan jangka panjang dan jangka pendek dalam sistem bunyi, grametika dan kosa kata sebuah bahasa.
1.    Tata Bunyi
Sebenarnya, pembelajaran bahasa Arab di Indonesia sudah berlangsung berabad-abad lamanya. Tetapi, aspek tata bunyi sebagai dasar untuk mencapai kemahiran menyimak dan berbicara kurang mendapat perhatian dan focus yang memadai. Ini terjadi karena tujuan pembelajaran bahasa Arab hanya diarahkan pada satu arah, yakni agar pelajar mampu memahami bahasa tulisan yang terdapat dalam buku-buku (kitab-kitab) berbahasa Arab dan grametika terjemah, yaitu metode pembelajaran bahasa yang lebih menekankan pada kegiatan belajar pada penghafalan kaidah-kaidah tata bahasa dan penerjemahan kata demi kata (harfiyah).
Metode ilmiyah ini yang menjadi gambaran dan pengertian tentang bahasa Arab lebih bertumpu atas dasar metode ini sehingga gambaran yang muncul tidak lengkap dan utuh karena tidak mengandung tekanan bahwa bahasa  pada dasarnya adalah berujar mengungkapkan sebuah ujaran. Akibat penerapan metode yang tidak holistik integratif, kemahiran menyimak dan berbicara merupakan titik kelemahan yang sangat fatal bagi pembelajaran bahasa Arab yang dilaksanakan di Indonesia. Secara jujur harus diakui bahwa di berbagai madrasah, pesantren, masjid dan bahkan rumah-rumah penduduk, pembelajaran Al-Quran diiringi oleh pengajaran tata bunyi bahasa Arab yang lazim disebut makharij al-huruf, sebuah istilah yang biasa dikenal dalam ilmu tajwid.
Akan tetapi ilmu tajwid hanya menitikberatkan perhatiannya pada kepentingan kemahiran membaca Al-Quran, bukan untuk tujuan kemahiran perkembangan babhasa Arab. Padahal, tidak semua aturan tata bunyi dalam tajwid Al-Quran diberlakukan sama bagi penggunaan bahasa Arab[4].
Akibat dari kurangnya perhatian terhadap pembelajaran bahasa Arab dengan bunyi atau suara banyak melakukan kesalahan dalam menulis ketika pelajaran didiktekan, baik pelajaran bahasa Arab atau pelajaran-pelajaran lain yang bersangkut-paut dengan bahasa Arab.

2.    Kosakata
Saat ini sudah banyak kata dan istilah Arab yang diserap dan dimasukkan ke dalam kosakata bahasa Indonesia atau bahasa daerah. Sebenarnya, semakin banyak kata-kata yang berasal dari kata-kata Arab yang kemudian menjadi perbendaharaan kata bahasa Indonnesia (bahasa ibu atau bahasa nasional Indonesia)[5] semakin mudah untuk membina kosakata dan pengertiannya, serta melekatkannya ke dalam ingatan seseorang. Serapan istilah baru dan kosa kata baru sangat menguntungkan orang-orang yang mempelajari bahasa Arab di Indonesia dari pada di Amerika, Inggris dan negara-negara lainnya karena di Indonesia pelajar lebih cepat dan lebih banyak menghimpun perbendaharan kosakata baru. Langkah ini dapat dijadikan dasar bagi pengadaan seleksi kosakata baru dan pengaturan urutan penyajian materi-materi bahasa Arab.
Selain keuntungan, perpindahan dan penyerapan kata-kata dari bahasa asing ke dalam bahasa pelajar juga ada kerugiannya, antara lain:
a.    Terjadinya pergeseran arti
Seperti kata “kasidah” yang berasal dari kata qasidah. Kasidah dalam bahasa Arab mempunyai arti sekumpulan bait syair yang mempunyai wazan qafiyah. Dalam bahasa Indonesia, kasidah memiliki arti hanya lagu-lagu Arab atau irama padang pasir dengan kata-katanya yang puitis (berbentuk syair).
b.    Lafadnya berubah dari bunyi aslinya tapi artinya tetap
Contoh kata “berkat” dalam bahasa Indonesia, sedangkan bahasa Arab melafadkan barakah dan contoh lain adalah kata “kabar” dalam bahasa Indonesia, “khabar” dalam bahasa Arab.
c.    Lafadnya tetap tapi maknanya berbeda
Seperti kata “kalimat”, dalam bahasa Indonesia diartikan susunan kata-kata (jumlah), sedangkan dalam bahasa Arab mengartikannya sebagai kata-kata.
Berkaitan dengan problematika kosakata tersebut perlu diketahui bahwa banyak segi-segi sharaf (morfologi) dalam bahasa Arab yang tidak terdapat dalam bahasa Indonesia, semisal konjungsi (tashrif).

3.    Tata Kalimat
Ilmu nahwu bukanlah ilmu yang hanya mempelajari I’rab (perubahan akhir kata) karena berubahnya fungsi kata tersebut dalam sebuah kalimat dan bina’, yaitu tidak adanya perubahan akhir kata meskipun kata itu berubah ubah fungsi dalam kalimat. Dalam definisi tradisional, ilmu nahwu dikesankan sebagai sintaksis ilmu yang menyusun kalimat sehingga kaidah-kaidahnya mencakup hal selain I’rab dan bina’.
Dalam penulisan bahasa Arab, fi’il harus ada di depan atau mendahui fa’il (pelaku). I’rab dan hal-hal yang diuraikan di atas, memang tidak mudah dipahami oleh pelajar bahasa yang berasal dari orang Indonesia karena meskipun dia menguasai grametika bahasa Indonesia, ia tidak akan dapat menemukan perbandingannya dalam bahasa Indonesia. Karena itu, guru bahasa Arab harus menaruh dan memberi perhatian yang lebih banyak agar mereka dapat dengan mudah mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa karena mempelajari bahasa Arab[6].
4.    Tulisan
Tulisan bahasa arab sangat berbeda dengan tulisan latin. Karena itu, tidak mengherankan jika duduk diperguruan tinggi seorang mahasiswa masih juga membuat kesalahan dalam penulisan Arab, baik tulisan mengenai pelajaran bahasa maupun ayat-ayat Al-Quran dan hadits, termasuk buku catatan dan karangan ilmiah.
Sebenarnya pemahaman menuklis Arab sesuai dengan kaidah imla’ harus sudah mulai diperkenalkan sejak usia dini, diajarkan pada tingkat dasar dan menengah serta dikuasai di tingkat atas. Tapi, fakta telah menunjukkan bahwa kesalahan penulisan huruf masih terbawa ke tingkat perguruan tinggi. Untuk menngubah kebiasaan yang salah sehingga mahasiswa mampu menulis tulisan Arab sangat berat, meskipun tidak dikatakan mustahil.

B.  Problematika non Linguistik[7]
Sulit dibantah bahwa sosio-kultural bangsa Arab pasti berbeda dengan rasio-kultural bangsa Indonesia. Perbedaan ini menimbulkan problematika tersendiri berkaitan dengan proses pembelajaran bahasa Arab. Selain perbedaan sosio-kultural terdapat pula perbedaan ungkapan-ungkapan, istilah-istilah dan nama benda.
Untuk mengatasi problematika ini perlu diusahakan penyusunan materi pelajaran bahasa Arab yang mengandung hal-hal yang dapat memberikan gambaran sekitar sosio-kultural bangsa Arab yang berhubungan dengan praktek penggunaan bahasa Arab.






BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa dalam mempelajari bahasa asing termasuk bahasa Arab, selain memiliki kelebihan atau keunggulan di dalamnya juga terdapat masalah-masalah atau problematika pembelajaran bahasa arab, yakni sebagai berikut:
1.    Problematika Linguistik
a.    Tata bunyi,
b.    Kosakata,
c.    Tata kalimat,
d.    Tulisan.

2.    Problematika non Linguistik yang mencakup sosio-budaya.
Permasalahan-permasalahan seperti inilah yang harus diperhatikan dan diamati secara cermat ketika seorang penyusun bermaksud menulis pembelajaran bahasa Arab untuk orang Indonesia.[8]











Daftar Pustaka

Hitti, Philip, K. 1970. Dunia Arab (terjemahan U. Hutugalung dan O.D.P Sihombing). Bandung: Sumur Bandung.
Woyowasito, S. 1965. Linguistik. Jakarta: Gunung Agung.
Sumardi, Muljanto. 1974. Pengajaran Bahasa Asing. Jakarta: Bulan Bintang.
Departemen Agama. 1972. Workshop Bahasa Arab dan Ilmu Tafsir. Bogor: Tugu.
Pei, Mario. 1971. Kisah daripada Bahasa (terjemahan dari Nugroho Notosusanto). Jakarta: Bharata.
Iqbal. 1966. Pembangunan Kembali Alam Pikiran Islam (terjemahan Osman Raliby). Jakarta: Bulan Bintang.


[1] Sumardi, Muljanto. 1974. Pengajaran Bahasa Asing. Jakarta: Bulan Bintang. Hal.26
[2] Hitti, Philip, K. 1970. Dunia Arab (terjemahan U. Hutugalung dan O.D.P Sihombing). Bandung: Sumur Bandung. Hal. 43
[3] Woyowasito, S. 1965. Linguistik. Jakarta: Gunung Agung. Hal. 03
[4] Departemen Agama. 1972. Workshop Bahasa Arab dan Ilmu Tafsir. Bogor: Tugu. Hal. 78
[5] Pei, Mario. 1971. Kisah daripada Bahasa (terjemahan dari Nugroho Notosusanto). Jakarta: Bharata. Hal. 31
[6] Pei, Mario. 1971. Kisah daripada Bahasa (terjemahan dari Nugroho Notosusanto). Jakarta: Bharata. Hal. 102
[8] Iqbal. 1966. Pembangunan Kembali Alam Pikiran Islam (terjemahan Osman Raliby). Jakarta: Bulan Bintang. Hal. 111